Islam jelas memuliakan kamu perempuan.
Islam diharamkan pembunuhan terhadap anak perempuan (wa’d al-banat) atas alasan membawa kehinaan. Islam mengurangkan
beban kaum wanita dengan membagikan tugas dan peranan dalam rumah tangga. Memberikan
hak mendapatkan pendidikan sama seperti lelaki. Memberikan persamaan dalam
pahala dan ganjaran walaupun beban tugas masing-masing berbeda.
Itulah kesetaraan gender dalam Islam. Setara
bukan berarti penyamarataan dalam segala bidang seperti yang di pahami oleh
kaum feminis. Islam mementingkan keadilan. Keadilan adalah tonggak utama dalam
ajaran Islam. Untuk bersikap adil, kita perlu meletakan sesuatu pada tempatnya.
Jika diperhatikan, bukan tempat perempuan
menjadi imam, menjadi khalifah dan menjadi kepala tentara. Bukan tugas
perempuan menjadi kepala rumah tangga. Semua ini tidak diberikan kepada kaum perempuan
karena ia tidak sesuai dengan fitrah kaum hawa.
Modernitas hari ini telah meletakan
perempuan menjadi bahan tarikan kaum lelaki melalui iklan-iklan yang
mendedahkan aurat. Dan ini berarti kehinaan dan bukan kemuliaan. Karena ia
menjadi alat pelaris komoditas yang akan menguntungkan kaum kapitalis,
Sebagian kaum liberal, seperti Fatimah Mernissi,
akan selalu mencoba membongkar titik kelemahan Islam dalam hal kesetaraan
gender. Mereka mengatakan, jika kaum lelaki yang bermasalah dengan nafsunya,
kenapa kaum perempuan yang harus menanggung beban masalah tersebut. Di sini jelas,
wujud nuansa kepentingan diri dan keakuan dalam wacana feminism: “Its your problem, not mine” (itu urusan
anda, bukan urusan kami).
Sedangkan dalam Islam, yang ditekankan
adalah kebersamaan. Semetinya, ada kesadaran dari kaum wanita sendiri untuk
melindungi diri sendiri, mempunyai sifat iffah,
kesucian diri, menjaga kehormatan diri dan memiliki integritas yang tinggi. Sudah
tentu semua pihak perlu memainkan peranan masing-masing barulah hasil yang
didambakan bisa direalisasikan. Kerjasama ini tampak diharapkan dalam ayat
jilbab (An-Nur [24]: 30-31].

Tidak sedikit
juga yang berpendapat bahwa jilbab sebenarnya adalah adat dan bukan suruhan
agama. Dr. Nasarudin Umar yang menyambung tesis Nurcholis Madjid misalnya,
mengatakan bahwa jilbab telah dikenal masyarakat sebelum Islam. Kalaupun ia
memang wujud sebelum Islam, itu tidak berarti Islam meniru mereka dan ia bukan
sebagian dari syariat Islam. Sebagian syariat, seperti qisas dan haji, memang
asal-usulnya dari tradisi agama lain tetapi Islam telah menyempurnakannya,
memperbarui dan menegaskannya kembali.
Antara Syariat dan Kebudayaan

Jilbab adalah perintah agama yang telah
diterima oleh masyarakat Arab sejak jaman berjaman. Ia telah membudaya dan
menjadi sebagian dari identitas masyarakat Arab. Ia dilakukan, dan perlu
senantiasa dilakukan, atas dasar kesadaran mengikuti perintah Allah dan bukan
ikut-ikutan.
Berlainan dengan jubah untuk lelaki dan
jas untuk masyarakat Barat. Jubah dan jas (coat) adalah adat dan kebiasaan
sebuah masyarakat karena tidak ada perintah agama (nash) mengenainya dan tidak
dihitung sebagai ibadah.
Yang jelas, kita tidak wajib menerima modernitas
yang disuguhkan oleh Barat. Jika kaum liberal ingi menerima modeinitas itu hak
mereka, tetapi jangan memaksakannya terhadap umat Islam. Karena ini berarti
mereka ingin memaksakan kehendak mereka terhadap orang lain. Alhamdulillah, umat Islam masih memiliki
kesadaran beragama yang kuat. Sehingga tidak mudah meninggalkan anjuran agama,
khususnya dalam hal ini adalah berjilbab atau berkerudung.

Umat Islam menginginkan kebebasan dan
kemerdekaan dalam beragama, bernegara dan bermasyarakat. Mereka tidak ingin
diganggu dan digugat hak mereka dalam melaksanakan suruhan agama. Baik gangguan
itu datang dari Barat maupun melalui ormas-ormas yang berlebelkan Islam. Mereka
sadar mempunyai tanggungjawab amar makruf nahi munkar. Mereka orang-orang
yang masih kuat berpegang kepada ajaran agama dan selayaknya mereka di hormati
sedemikian.
Kaum liberal seharusnya membiarkan umat
Islam bebas melaksanakan syariat Islam secara baik. Itupun jika mereka istiqomah dengan ide-ide dan pandangan
liberal dan kebebasan yang sering mereka dengungkan. Bukankah ide kebebasan
yang mereka kampanyekan juga memberikan kebebasan orang lain untuk meyakini
keyakinan untuk berjilbab?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar