Cari Blog Ini

Rabu, 08 Maret 2017

Jilbab Dalam Syariat Islam Dan Kacamata Barat

       Islam jelas memuliakan kamu perempuan. Islam diharamkan pembunuhan terhadap anak perempuan (wa’d al-banat) atas alasan membawa kehinaan. Islam mengurangkan beban kaum wanita dengan membagikan tugas dan peranan dalam rumah tangga. Memberikan hak mendapatkan pendidikan sama seperti lelaki. Memberikan persamaan dalam pahala dan ganjaran walaupun beban tugas masing-masing berbeda.

       Itulah kesetaraan gender dalam Islam. Setara bukan berarti penyamarataan dalam segala bidang seperti yang di pahami oleh kaum feminis. Islam mementingkan keadilan. Keadilan adalah tonggak utama dalam ajaran Islam. Untuk bersikap adil, kita perlu meletakan sesuatu pada tempatnya.

       Jika diperhatikan, bukan tempat perempuan menjadi imam, menjadi khalifah dan menjadi kepala tentara. Bukan tugas perempuan menjadi kepala rumah tangga. Semua ini tidak diberikan kepada kaum perempuan karena ia tidak sesuai dengan fitrah kaum hawa.

       Modernitas hari ini telah meletakan perempuan menjadi bahan tarikan kaum lelaki melalui iklan-iklan yang mendedahkan aurat. Dan ini berarti kehinaan dan bukan kemuliaan. Karena ia menjadi alat pelaris komoditas yang akan menguntungkan kaum kapitalis,

       Sebagian kaum liberal, seperti Fatimah Mernissi, akan selalu mencoba membongkar titik kelemahan Islam dalam hal kesetaraan gender. Mereka mengatakan, jika kaum lelaki yang bermasalah dengan nafsunya, kenapa kaum perempuan yang harus menanggung beban masalah tersebut. Di sini jelas, wujud nuansa kepentingan diri dan keakuan dalam wacana feminism: “Its your problem, not mine” (itu urusan anda, bukan urusan kami).

       Sedangkan dalam Islam, yang ditekankan adalah kebersamaan. Semetinya, ada kesadaran dari kaum wanita sendiri untuk melindungi diri sendiri, mempunyai sifat iffah, kesucian diri, menjaga kehormatan diri dan memiliki integritas yang tinggi. Sudah tentu semua pihak perlu memainkan peranan masing-masing barulah hasil yang didambakan bisa direalisasikan. Kerjasama ini tampak diharapkan dalam ayat jilbab (An-Nur [24]: 30-31].

       “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat’. Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya , dan memelihara kemaluannya, dan jangalah mereka menampakan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, dan saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang tidak mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamusekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.

       Tidak sedikit juga yang berpendapat bahwa jilbab sebenarnya adalah adat dan bukan suruhan agama. Dr. Nasarudin Umar yang menyambung tesis Nurcholis Madjid misalnya, mengatakan bahwa jilbab telah dikenal masyarakat sebelum Islam. Kalaupun ia memang wujud sebelum Islam, itu tidak berarti Islam meniru mereka dan ia bukan sebagian dari syariat Islam. Sebagian syariat, seperti qisas dan haji, memang asal-usulnya dari tradisi agama lain tetapi Islam telah menyempurnakannya, memperbarui dan menegaskannya kembali.

Antara Syariat dan Kebudayaan
       Menciptakan segala sesuatu yang baru seutuhnya adalah sama sekali tidak perlu. Ini satu tuntutan yang tidak wajar terhadap Islam. Jika yang sudah ada itu baik, maka tidak salah untuk di kekalkan dan dilanjutkan. Walaupun demikian jilbab tetap merupakan syariat Islam. Karena ada sandaran hukumnya dalam al-Qur’an dan al-Sunnah.

       Jilbab adalah perintah agama yang telah diterima oleh masyarakat Arab sejak jaman berjaman. Ia telah membudaya dan menjadi sebagian dari identitas masyarakat Arab. Ia dilakukan, dan perlu senantiasa dilakukan, atas dasar kesadaran mengikuti perintah Allah dan bukan ikut-ikutan.

       Berlainan dengan jubah untuk lelaki dan jas untuk masyarakat Barat. Jubah dan jas (coat) adalah adat dan kebiasaan sebuah masyarakat karena tidak ada perintah agama (nash) mengenainya dan tidak dihitung sebagai ibadah.

       Yang jelas, kita tidak wajib menerima modernitas yang disuguhkan oleh Barat. Jika kaum liberal ingi menerima modeinitas itu hak mereka, tetapi jangan memaksakannya terhadap umat Islam. Karena ini berarti mereka ingin memaksakan kehendak mereka terhadap orang lain. Alhamdulillah, umat Islam masih memiliki kesadaran beragama yang kuat. Sehingga tidak mudah meninggalkan anjuran agama, khususnya dalam hal ini adalah berjilbab atau berkerudung.

       Sangat dikhawatirkan, suara-suara protes terhadap jilbab ini adalah sebagian dari program memasarkan pemikiran, cara hidup dan budaya Barat. Cukuplah hegemoni Barat terhadap umat Islam uang hari ini banyak merugikan umat Islam. Nilai-nilai modern Barat, seperti kebebasan dan pergaulan bebas, tidak perlu di paksakan dan di pasarkan oleh orang-orang Islam sendiri. Umat Islam memiliki nilai-nilai Islam yang sebenarnya cukup untuk memajukan dan mengangkat martabat manusia. Pada kenyataannilai-nilai Islam (Islamic values) dibiarkan terkubur dan tidak mendapat tempat di hati masyarakat hari ini.

       Umat Islam menginginkan kebebasan dan kemerdekaan dalam beragama, bernegara dan bermasyarakat. Mereka tidak ingin diganggu dan digugat hak mereka dalam melaksanakan suruhan agama. Baik gangguan itu datang dari Barat maupun melalui ormas-ormas yang berlebelkan Islam. Mereka sadar mempunyai  tanggungjawab amar makruf nahi munkar. Mereka orang-orang yang masih kuat berpegang kepada ajaran agama dan selayaknya mereka di hormati sedemikian.


       Kaum liberal seharusnya membiarkan umat Islam bebas melaksanakan syariat Islam secara baik. Itupun jika mereka istiqomah dengan ide-ide dan pandangan liberal dan kebebasan yang sering mereka dengungkan. Bukankah ide kebebasan yang mereka kampanyekan juga memberikan kebebasan orang lain untuk meyakini keyakinan untuk berjilbab?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar