Cari Blog Ini

Sabtu, 04 Maret 2017

Bersikap Wara'

Wara’ adalah meninggalkan setiap perkara syubhat (yang masih samar), termasuk pula meninggalkan hal yang tidak bermanfaat untukmu, yang dimaksud adalah meninggalkan perkara mubah yang berlebihan.
Wara’ mengandung pengertian menjaga diri atau sikap hati-hati dari hal yang syubhat dan  meninggalkan yang haram. Lawan dari wara' adalah syubhat yang berarti tidak jelas apakah hal tersebut halal atau haram.

"Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya ada yang syubhat, manusia tidak banyak mengetahui. Siapa yang menjaga adab risyubhat, maka selamatlah agama dan kehormatannya. Dan siapa yang jatuh pada syubhat, maka jatuh pada yang haram" (HR Bukhari & Muslim) 

Contoh: Seseorang meninggalkan kebiasaan mendengarkan dan memainkan musik karena dia tahu bahwa bermusik atau mendengarkan musik itu ada yang mengatakan halal dan ada yang mengatakan haram.

Suatu kali Rasulullah menemukan kurma di jalanan. Rasulullah mengambilnya, tetapi tidak memakannya. Lalu Rasulullah bersabda:
“Seandainyaa aku tidak khawatir bahwa kurma ini berasal dari sedekah, tentu aku sudah  memakannya.”(HR Bukhari- Muslim). Rasulullah memberikan uswah hasanah tentang sikap wara’, yakni menjauhkan diri dari segala sesuatu yang subhat atau mubah, yaitu barang yang samar-samar dan meragukan. Perkara subhat atau mubah harus di jauhi, lebih-lebih yang haram.


Abu Bakar Ash-Shiddieq meneladani kewaraan atau kesahajaan Rasulullah. Dikisahkan oleh Aisyah, ayahnya itu mempunyai seorang hamba atau pelayan yang mengurus kharaj, yakni sesuatu yang ditetapkan oleh tuan yang harus dibayarkan oleh pelayannya sedangkan dirinya juga memperoleh bagian. Kala itu Abu Bakar datang menemui pelayan yaitu dan memakan makanan yang dimilki sahayan yaitu.
Sahaya itu berkata, “Tahukah tuan makanan itu dari mana?”. Kata sayaha itu, dulu dirinya pernah menjadi kahin (dukun) dan makanan tadi diberikan oleh orang yang pernah ia berikan layanan perdukunan. Bukan kahin sesungguhnya, sekedars iasat mencari untung. Abu Bakar kaget, kemudian memasukan jari tangan ke mulutnya hingga muntah. Makanan yang baru saja dimakan dimuntahkan kembali. Sahabat Nabi yang dikenal sebagai hartawan, dermawan, dan lembut hati itu tidak ingin perutnya kemasukan barang yang tidak jelas,

Pelajaran penting dari Nabi akhir jaman dan Abu Bakar itu ialah sikap hati-hati dan menjauhi segala barang, uang, dana papun yang meragukan atau subhat. Orang kini menyebutnya sesuatu yang abu-abu. Uang hasil korupsi dan tindak pidana pencucian uang atau yang tidak halal dibagi-bagikan, yang kelihatan bersih tetapi sesungguhnya subhat hingga haram. Uang mahar atau transaksi politik sumbangan apa pun yang tidak jelas dari mana asalnya termasuk ranah subhat atau mungkin haram. Hal-hal subhat itu sebaiknya di hindari, bukan didekati. Apalagi yang haram.

Namun di dunia politik dan bisnis sering barang-barang subhat itu berseliweran dan seolah halal. Maka tidak jarang muncul kedermawanan model baru. Politisi dan pebisnis dengan mudah membagi-bagikan uang dalam jumlah besar-besaran, tanpa tahu dan memberi tahu dari mana asalnya. Umat atau rakyat pun senang menerimanya. Lalu, mekarlah kebiasaan politik uang, mahar politik, suap, dan segala transaksi subhat hingga haram.

Sikap wara’ mengajarkan agar mengambil sikap hati-hati dan menjauhi yang segala sesuatu yang bersifat subhat. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya halal itu jelas dan haram itu jelas, dan di antara keduanya terdapat hal-hal yang mutasyabihat (samar-samar) yang tidak diketahui orang banyak, maka barang siapa yang menjauhi yang subhat berarti dia telah membersihkan agama dan nama baiknya. Barang siapa terjatuh dalam subhat maka dia jatuh dalam haram…” (HR Bukhari- Muslim dari An-Nu’man Ibn Basyir).


Nasihat Nabi kepada Abu Hurairah, “Wahai Abu Hurairah, jadilah orang yang wara’ maka engkau akan menjadi sebaik-baikmya ahli ibadah. Jadilah orang yang qona’ah maka engkau akan menjadi orang yang benar-benar bersyukur. Sukailah sesuatu pada manusia sebagaimana engkau suka jika ia ada pada dirimu, maka engkau akan menjadi Mukmin yang baik. Berbuat baiklah kepada tetanggamu, maka engkau akan menjadi Muslim sejati. Kurangilah banyak tertawa karena banyak tertawa itu dapat mematikan hati.” (HR. Ibnu M ajah)

Kini semua berpulang pada diri masing-masing. Bertanyalah secara jernih pada kalbu yang paling dalam. Jika memiliki uang atau kekayaan dalam jumlah besar-besaran, dari manakah diperoleh? Nabi mengajarkan demikian pada umatnya. Patokannya halal dan baik, serta tidak subhat dan haram. Hanya hati bersih yang tidak terampuri hawa nafsu yang mampu mengukurnya. Orang lain dapat diyakinkan akan kehalalan dan kebaikan harta yang sesungguhnya subhat dan haram. Diri sendiri sungguh tidak dapat dibohongi. A. Nuha











Tidak ada komentar:

Posting Komentar